Pertapa



Foto diatas adalah tenda beratapkan terpal. Tenda ini bisa dijumpai di Jl. Raya Dieng, sebelum jalan menuju kawasan Candi Arjuna. Konon kabarnya didalamnya tinggal seorang pertapa. Saya dapat cerita itu dari teman pada saat pertama kali berkunjung kesana.

Katanya, pertapa itu adalah 1 dari 10 orang pertapa yg sedang berguru. Dimana ke-9 teman pertapanya itu? Ada yg bilang pergi laut, ada yg menetap di hutan dan menjelma menjadi harimau, ada yg naik ke gunung dsb. Bermacam-macam versi ceritanya, namanya jg cerita rakyat. Lalu bagaimana dgn si pertapa yg tinggal di tenda itu? Bagaimana dia hidup? Ternyata warga sekitar rutin memberikan dia makan. Ditaruh sepiring makanan didepan tendanya, lalu dia akan ambil dan kembalikan lg ke tempat semula bila telah selesai.

Begitulah ceritanya. Saya jg tidak bisa memvalidasi cerita tsb, pun belum sekalipun melihat orangnya. Yg pasti tenda tsb masih berada dlm posisi yg sama dgn yg saya lihat pertama kali di tahun 2013. Lalu benarkah ada orang (manusia) yg bisa bertahan hidup spt itu? Bertapa, hidup sendirian, memutuskan dari urusan dunia...

Dahulu, menempuh jalan suluk atau bertasawuf sering diidentikan mirip dgn bertapa. Utk mencapai ilmu yg hakiki maka harus melepaskan diri dari segala urusan duniawi. Berpakaian seadanya, bertapa hidup sendiri entah di gunung atau di hutan, mendekatkan diri kepada Yang Maha Esa. Awalnya saya juga menyangka demikian. Ternyata itu salah.

Mendalami ilmu tasawuf justru bukan berarti meninggalkan dunia. Justru menerapkan ilmunya didalam kehidupan dunia ini. Bagaimana mengendalikan syahwat dan hawa nafsu, bagaimana utk selalu mengingat-Nya disaat senang maupun susah, bersyukur selalu apapun keadaan yg dilimpahkan oleh-Nya dsb. Dan juga bagaimana menjalani misi hidup yg sedianya sudah diamanahkan kepada kita.
Bagaimana seseorang bisa mencapai pengenalan yg hakiki kepada penciptanya tapi dgn melupakan hubungan dgn makhluk lain yg juga diciptakan oleh-NYA?

Dikisahkan ada 2 orang yg berjalan kaki dari bagian timur Jawa sampai ke Banten, utk menemui seorang guru.
Sang guru bertanya, "mau apa kalian kesini?"
Dijawab, "kami mau mencari Allah...".
"Apakah kalian punya keluarga, istri dan anak ditempat asal kalian?"
"Ada guru..."
"Kalau begitu, pulanglah kalian masing-masing kerumah. Bekerjalah seperti biasa, nafkahi anak istri kalian. Kalau kalian seperti ini (meninggalkan mereka) justru kalian tidak akan bertemu Allah."

* ditulis di Surabaya, 27 Desember 2016



Comments

Popular Posts