Memasak Itu Menggairahkan

Menulis tentang makanan atau soal memasak itu sama tak mudahnya dengan menulis sepak bola. Sepak bola akan jatuh pada derajat paling rendah ketika dikemas dengan gaya picisan; "dengan mudahnya ia menggiring si kulit bundar melewati lawan satu per satu, sebelum akhirnya berhasil merobek gawang lawan dengan tendangan geledeknya”. Picisan. Murahan. Betul memang, tak semua orang bisa menarik benang merah antara bola dan kemiskinan untuk kemudian meramunya jadi tulisan yang gampang dicerna, persis seperti apa yang dilakukan oleh simbah Sindhunata ketika membahas kemenangan Kamerun atas Argentina pada ajang Piala Dunia 1990. Dengan bermodalkan hati, Kamerun berhasil merebut hati publik bola yang selama ini menderita kekeringan karena dipaksa merasakan bola dalam kaitannya dengan uang, begitu katanya.

Tapi siapa sangka, soal resep makanan bisa dicampur dengan kisah fiksi hingga menjadi satu novel seperti yang dilakukan oleh Laura Esquivel. Terlambat memang, di usia yang nyaris menyentuh kepala empat, saya baru mengetahui novel unik Like Water for Chocolate (1989).  Berkat mas Yusi Avianto Pareanom (salah satu penulis favorit saya juga), saya begitu menikmati paduan resep Ayam Hutan dengan Saus Kelopak Mawar dan kisah asmara yang berbahaya, emosional dan bergairah antara Tita dan Pedro.

Mas Yusi pun tak kalah bedebahnya dalam menyisipkan soal masakan dalam kisah fiksi karangannya. Pada kisah Tiga Lelaki dan Seekor Anjing yang Berlari, kita bakal dibikin larut sekaligus terbit air liur ketika menyimak bagaimana Raden Mandasia, Sungu Lembu dan Loki Tua demikian lahapnya menyantap bubur dengan irisan daging kambing yang lezat, sebelum akhirnya mereka bertiga sadar bahwa daging gurih pedas itu bukanlah daging kambing, melainkan daging Si Manis, anjing kesayangan milik Loki Tua.

Lain lagi dengan Alaa Al Aswany. Penulis sekaligus dokter gigi asal Mesir ini gesit bercerita tentang bagaimana Hagg Ahmed yang memilih untuk meneruskan menyantap sepiring kacang polong rebus yang sudah digiling halus dan dicampur dengan potongan tomat, minyak jagung, jeruk nipis, jinten dan lada.  Padahal sekitar sejam sebelumnya, ayahnya Hagg Azzam meninggal.

Dan siapa sangka, diksi soal makanan justru saya temukan lewat serial Street Food di Netflix yang justru menyajikan episode di daerah yang sungguh jauh dari definisi romantis – India.

“Saat makan kebab seekh atau nihari, kita sedang mencicipi sejarah”, demikian seloroh Rana Safvi, salah seorang sejarawan budaya dalam serial tersebut. Lain lagi kata Sangeeta Singh ketika mengomentari sajian Chaat – salah satu menu kaki lima populer di India – bikinan Dalchand.

“Dia (Dalchand) bukan menjual tapi mempersembahkan kepada kita”, katanya.


***

Setelah hampir tiga pekan bekerja di rumah sebagai antisipasi wabah sedang melanda negeri ini, pagi tadi saya mencoba ekseperimen baru. Memasak Telur Dadar Padang Crispy. Menu ini saya pilih karena sederhana, mudah dan bahan-bahannya tersedia semua. Pilihan juga didasarkan pada pertimbangan kemampuan memasak yang tidak sehandal istri.

Cukup dua butir telur, kelapa parut yang disangrai sampai berwarna kekuningan, tepung beras, potongan daun bawang dan seledri, irisan cabe merah dan cabe rawit. Tak ketinggalan bumbu halus standar : bawang merah, bawang putih, sedikit ketumbar, garam dan lada, kunyit secukupnya. Catatan resep ini bisa dengan gampang kita temukan di dunia maya.


Hasilnya tak mengecewakan. Walaupun pinggirannya kurang terasa renyah, isiannya kurang padat, tapi rasanya cukup enak di lidah; pedasnya terasa dan tidak terlampau asin.

Cooking is relieving, memasak itu menyenangkan. Pilihan kata Menggairahkan hanya siasat saya supaya orang tertarik membaca artikel nir faedah ini. Kerepotan ketika meracik bumbu yang diperlukan, bagaimana mencapai takaran yang pas dan tidak berlebihan, keriangan saat mengendus aroma hidangan yang mulai masak, termasuk kegairahan ketika mencicipi hasil akhir.

Walau kadang memasak jadi tampak merumitkan seperti Song Shan Tu Yao di Chiayi Taiwan yang merebus Sup Kambing selama tiga hari tiga malam.

Memasak bisa menjadi salah satu alternatif kegiatan di rumah pada masa-masa sulit sekarang ini. Membaca buku-buku yang sudah menanti giliran untuk dituntaskan juga pilihan lain yang menarik. Keduanya bisa mengalihkan perhatian kita sementara waktu ketimbang menyimak berita dan informasi yang simpang siur, tak jelas kebenarannya dan hanya akan mengasah kekhawatiran di hati.

Oh ya, istri sudah menyiapkan Sop Ayam dan bakwan jagung untuk menu makan siang ini.
Bon appetite! []

Comments

Popular Posts